Senin, 07 Juni 2010

Sejarah Musik Rock Indonesia



Saya mencoba menyelamatkan sebuah arsip menarik yang penting tentang runutan sejarah perkembangan musik Rock Di Tanah Air. Untuk referensi dan sumber yang saya dapatkan dari hasil Googling ternyata berada dalam arsip mail seseorang. Silakan nikmati, niscaya anda akan seperti saya, yang terkaget-kaget membacanya.
-----------------------------------------------------------
Awal Mula

Embrio kelahiran scene musik rock underground di Indonesia sulit dilepaskan dari evolusi rocker-rocker pionir era 70-an sebagai pendahulunya. Sebut saja misalnya God Bless, Gang Pegangsaan, Gypsy(Jakarta), Giant Step, Super Kid (Bandung), Terncem (Solo), AKA/SAS (Surabaya), Bentoel (Malang) hingga Rawe Rontek dari Banten. Mereka inilah generasi pertama rocker Indonesia. Istilah underground sendiri sebenarnya sudah digunakan Majalah Aktuil sejak awal era 70- an. Istilah tersebut digunakan majalah musik dan gaya hidup pionir asal Bandung itu untuk mengidentifikasi band-band yang memainkan musik keras dengan gaya yang lebih `liar’ dan `ekstrem’ untuk ukuran jamannya. Padahal kalau mau jujur, lagu-lagu yang dimainkan band- band tersebut di atas bukanlah lagu karya mereka sendiri, melainkan milik band-band luar negeri macam Deep Purple, Jefferson Airplane, Black Sabbath, Genesis, Led Zeppelin, Kansas, Rolling Stones hingga ELP. Tradisi yang kontraproduktif ini kemudian mencatat sejarah
namanya sempat mengharum di pentas nasional. Sebut saja misalnya El Pamas, Grass Rock (Malang), Power Metal (Surabaya), Adi Metal Rock (Solo), Val Halla (Medan) hingga Roxx (Jakarta). Selain itu Log jugalah yang membidani lahirnya label rekaman rock yang pertama di Indonesia, Logiss Records. Produk pertama label ini adalah album
ketiga God Bless, “Semut Hitam” yang dirilis tahun 1988 dan ludes hingga 400.000 kaset di seluruh Indonesia.

Menjelang akhir era 80-an, di seluruh dunia waktu itu anak-anak muda sedang mengalami demam musik thrash metal. Sebuah perkembangan style musik metal yang lebih ekstrem lagi dibandingkan heavy metal. Band- band yang menjadi gods-nya antara lain Slayer, Metallica, Exodus, Megadeth, Kreator, Sodom, Anthrax hingga Sepultura. Kebanyakan kota- kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Surabaya, Malang hingga Bali, scene undergroundnya pertama kali lahir dari genre musik ekstrem tersebut. Di Jakarta sendiri komunitas metal pertama kali tampil di depan publik pada awal tahun 1988. Komunitas anak metal (saat itu istilah underground belum populer) ini biasa hang out di Pid Pub, sebuah pub kecil di kawasan pertokoan Pondok Indah, Jakarta Selatan. Menurut Krisna J. Sadrach, frontman Sucker Head, selain nongkrong, anak-anak yang hang out di sana oleh Tante Esther, owner Pid Pub, diberi kesempatan untuk bisa manggung di sana. Setiap malam minggu biasanya selalu ada live show dari band-band baru di Pid Pub dan kebanyakan band-band tersebut mengusung musik rock atau metal.

Band-band yang sering hang out di scene Pid Pub ini antara lain Roxx (Metallica & Anthrax), Sucker Head (Kreator & Sepultura), Commotion Of Resources (Exodus), Painfull Death, Rotor (Kreator), Razzle (GN’R), Parau (DRI & MOD), Jenazah, Mortus hingga Alien Scream (Obituary). Beberapa band diatas pada perjalanan berikutnya banyak yang membelah diri menjadi band-band baru. Commotion Of Resources adalah cikal bakal band gothic metal Getah, sedangkan Parau adalah embrio band death metal lawas Alien Scream. Selain itu Oddie, vokalis Painfull Death selanjutnya membentuk grup industrial Sic Mynded di Amerika Serikat bersama Rudi Soedjarwo (sutradara Ada Apa Dengan Cinta?). Rotor sendiri dibentuk pada tahun 1992 setelah cabutnya gitaris Sucker Head, Irvan Sembiring yang merasa konsep musik Sucker Head saat itu masih kurang ekstrem baginya.

Semangat yang dibawa para pendahulu ini memang masih berkutat pola tradisi `sekolah lama’, bangga menjadi band cover version! Di antara mereka semua, hanya Roxx yang beruntung bisa rekaman untuk single pertama mereka, “Rock Bergema”. Ini terjadi karena mereka adalah salah satu finalis Festival Rock Se-Indonesia ke-V. Mendapat kontrak rekaman dari label adalah obsesi yang terlalu muluk saat itu. Jangankan rekaman, demo rekaman bisa diputar di radio saja mereka sudah bahagia. Saat itu stasiun radio yang rutin mengudarakan musik- musik rock/metal adalah Radio Bahama, Radio Metro Jaya dan Radio SK. Dari beberapa radio tersebut mungkin yang paling legendaris adalah Radio Mustang. Mereka punya program bernama Rock N’ Rhythm yang
mengudara setiap Rabu malam dari pukul 19.00 – 21.00 WIB. Stasiun radio ini bahkan sempat disatroni langsung oleh dedengkot thrash metal Brasil, Sepultura, kala mereka datang ke Jakarta bulan Juni 1992. Selain medium radio, media massa yang kerap mengulas berita- berita rock/metal pada waktu itu hanya Majalah HAI, Tabloid Citra Musik dan Majalah Vista.

Selain hang out di Pid Pub tiap akhir pekan, anak-anak metal ini sehari-harinya nongkrong di pelataran Apotik Retna yang terletak di daerah Cilandak, Jakarta Selatan. Beberapa selebritis muda yang dulu sempat nongkrong bareng (groupies?) anak-anak metal ini antara lain Ayu Azhari, Cornelia Agatha, Sophia Latjuba, Karina Suwandi hingga Krisdayanti. Aktris Ayu Azhari sendiri bahkan sempat dipersunting sebagai istri oleh (alm) Jodhie Gondokusumo yang merupakan vokalis Getah dan juga
mantan vokalis Rotor.

Tak seberapa jauh dari Apotik Retna, lokasi lain yang sering dijadikan lokasi rehearsal adalah Studio One Feel yang merupakan studio latihan paling legendaris dan bisa dibilang hampir semua band- band rock/metal lawas ibukota pernah rutin berlatih di sini. Selain Pid Pub, venue alternatif tempat band-band rock underground
manggung pada masa itu adalah Black Hole dan restoran Manari Open Air di Museum Satria Mandala (cikal bakal Poster Café). Diluar itu, pentas seni MA dan acara musik kampus sering kali pula di “infiltrasi” oleh band-band metal tersebut. Beberapa pensi yang historikal di antaranya adalah Pamsos (SMA 6 Bulungan), PL Fair (SMA
Pangudi Luhur), Kresikars (SMA 82), acara musik kampus Universitas
Nasional (Pejaten), Universitas Gunadarma, Universitas Indonesia (Depok), Unika Atmajaya Jakarta, Institut Teknologi Indonesia (Serpong) hingga Universitas Jayabaya (Pulomas).

Berkonsernya dua supergrup metal internasional di Indonesia, Sepultura (1992) dan Metallica (1993) memberi kontribusi cukup besar bagi perkembangan band-band metal sejenis di Indonesia. Tak berapa lama setelah Sepultura sukses “membakar” Jakarta dan Surabaya, band speed metal Roxx merilis album debut self-titled mereka di bawah
label Blackboard. Album kaset ini kelak menjadi salah satu album speed metal klasik Indonesia era 90-an. Hal yang sama dialami pula oleh Rotor. Sukses membuka konser fenomenal Metallica selama dua hari berturut-turut di Stadion Lebak Bulus, Rotor lantas merilis album thrash metal major labelnya yang pertama di Indonesia, Behind The 8th Ball (AIRO). Bermodalkan rekomendasi dari manajer tur Metallica dan honor 30 juta rupiah hasil dua kali membuka konser Metallica, para personel Rotor (minus drummer Bakkar Bufthaim) lantas eksodus ke negeri Paman Sam untuk mengadu nasib. Sucker Head sendiri tercatat paling telat dalam merilis album debut dibanding band
seangkatan mereka lainnya. Setelah dikontrak major label lokal, Aquarius
Musikindo, baru di awal 1995 mereka merilis album `The Head Sucker’. Hingga kini Sucker Head tercatat sudah merilis empat buah album.

Dari sedemikian panjangnya perjalanan rock underground di tanah air, mungkin baru di paruh pertama dekade 90-anlah mulai banyak terbentuk scene-scene underground dalam arti sebenarnya di Indonesia. Di Jakarta sendiri konsolidasi scene metal secara masif berpusat di Blok M sekitar awal 1995. Kala itu sebagian anak-anak metal sering
terlihat nongkrong di lantai 6 game center Blok M Plaza dan di sebuah resto waralaba terkenal di sana. Aktifitas mereka selain hang out adalah bertukar informasi tentang band-band lokal daninternasional, barter CD, jual-beli t-shirt metal hingga merencanakan pengorganisiran konser. Sebagian lagi yang lainnya memilih hang out di basement Blok Mall yang kebetulan letaknya berada di bawah tanah.

Pada era ini hype musik metal yang masif digandrungi adalah subgenre yang makin ekstrem yaitu death metal, brutal death metal, grindcore, black metal hingga gothic/doom metal. Beberapa band yang makin mengkilap namanya di era ini adalah Grausig, Trauma, Aaarghhh, Tengkorak, Delirium Tremens, Corporation of Bleeding, Adaptor, Betrayer, Sadistis, Godzilla dan sebagainya. Band grindcore Tengkorak pada tahun 1996 malah tercatat sebagai band yang pertama kali merilis mini album secara independen di Jakarta dengan judul `It’s A Proud To Vomit Him’. Album ini direkam secara profesional di Studio Triple M, Jakarta dengan sound engineer Harry Widodo (sebelumnya pernah menangani album Roxx, Rotor, Koil, Puppen dan PAS).

Tahun 1996 juga sempat mencatat kelahiran fanzine musik underground pertama di Jakarta, Brainwashed zine. Edisi pertama Brainwashed terbit 24 halaman dengan menampilkan cover Grausig dan profil band Trauma, Betrayer serta Delirium Tremens. Di ketik di komputer berbasis system operasi Windows 3.1 dan lay-out cut n’ paste tradisional, Brainwashed kemudian diperbanyak 100 eksemplar dengan mesin foto kopi milik saudara penulis sendiri. Di edisi-edisi berikutnya Brainwashed mengulas pula band-band hardcore, punk bahkan ska. Setelah terbit fotokopian hingga empat edisi, di tahun 1997 Brainwashed sempat dicetak ala majalah profesional dengan cover
penuh warna. Hingga tahun 1999 Brainwashed hanya kuat terbit hingga tujuh edisi, sebelum akhirnya di tahun 2000 penulis menggagas format e-zine di internet (www.bisik.com). Media-media serupa yang selanjutnya lebih konsisten terbit di Jakarta antara lain Morbid Noise zine, Gerilya zine, Rottrevore zine, Cosmic zine dan
sebagainya.

29 September 1996 menandakan dimulainya sebuah era baru bagi perkembangan rock underground di Jakarta. Tepat pada hari itulah digelar acara musik indie untuk pertama kalinya di Poster Café. Acara bernama “Underground Session” ini digelar tiap dua minggu sekali pada malam hari kerja. Café legendaris yang dimiliki rocker gaek
Ahmad Albar ini banyak melahirkan dan membesarkan scene musik indie baru yang memainkan genre musik berbeda dan lebih variatif. Lahirnya scene Brit/indie pop, ledakan musik ska yang fenomenal era 1997 – 2000 sampai tawuran massal bersejarah antara sebagian kecil massa Jakarta dengan Bandung terjadi juga di tempat ini. Getah,
Brain The Machine, Stepforward, Dead Pits, Bloody Gore, Straight Answer, Frontside, RU Sucks, Fudge, Jun Fan Gung Foo, Be Quiet, Bandempo, Kindergarten, RGB, Burning Inside, Sixtols, Looserz, HIV, Planet Bumi, Rumahsakit, Fable, Jepit Rambut, Naif, Toilet Sounds, Agus Sasongko & FSOP adalah sebagian kecil band-band yang `kenyang’ manggung di sana.

10 Maret 1999 adalah hari kematian scene Poster Café untuk selama- lamanya. Pada hari itu untuk terakhir kalinya diadakan acara musik di sana (Subnormal Revolution) yang berujung kerusuhan besar antara massa punk dengan warga sekitar hingga berdampak hancurnya beberapa mobil dan unjuk giginya aparat kepolisian dalam membubarkan massa. Bubarnya Poster Café diluar dugaan malah banyak melahirkan venue- venue alternatif bagi masing-masing scene musik indie. Café Kupu- Kupu di Bulungan sering digunakan scene musik ska, Pondok Indah Waterpark, GM 2000 café dan Café Gueni di Cikini untuk scene Brit/indie pop, Parkit De Javu Club di Menteng untuk gigs punk/hardcore dan juga indie pop. Belakangan BB’s Bar yang super- sempit di Menteng sering disewa untuk acara garage rock-new wave-mellow punk juga rock yang kini sedang hot, seperti The Upstairs, Seringai, The Brandals, C’mon Lennon, Killed By Butterfly, Sajama Cut,
Devotion dan banyak lagi. Di antara semuanya, mungkin yang paling `netral’ dan digunakan lintas-scene cuma Nirvana Café yangterletak di basement Hotel Maharadja, Jakarta Selatan. Di tempat ini pulalah, 13 Januari 2002 silam, Puppen `menghabisi riwayat’ mereka dalam sebuah konser bersejarah yang berjudul, “Puppen : Last Show Ever”, sebuah rentetan show akhir band Bandung ini sebelum membubarkan diri.

Scene Punk/Hardcore/Brit/Indie Pop

Invasi musik grunge/alternative dan dirilisnya album Kiss This dari Sex Pistols pada tahun 1992 ternyata cukup menjadi trigger yang ampuh dalam melahirkan band-band baru yang tidak memainkan musik metal. Misalnya saja band Pestol Aer dari komunitas Young Offender yang diawal kiprahnya sering meng-cover lagu-lagu Sex Pistols lengkap dengan dress-up punk dan haircut mohawknya. Uniknya, pada perjalanan selanjutnya, sekitar tahun 1994, Pestol Aer kemudian mengubah arah musik mereka menjadi band yang mengusung genre british/indie pop ala The Stone Roses. Konon, peristiwa historik ini
kemudian menjadi momen yang cukup signifikan bagi perkembangan scene british/indie pop di Jakarta. Sebelum bubar, di pertengahan 1997 mereka sempat merilis album debut bertitel `…Jang Doeloe’. Generasi awal dari scene brit pop ini antara lain adalah band Rumahsakit, Wondergel, Planet Bumi, Orange, Jellyfish, Jepit Rambut, Room-V,
Parklife hingga Death Goes To The Disco.

Pestol Aer memang bukan band punk pertama, ibukota ini di tahun 1989 sempat melahirkan band punk/hardcore pionir Antiseptic yang kerap memainkan nomor-nomor milik Black Flag, The Misfits, DRI sampai Sex Pistols. Lukman (Waiting Room/The Superglad) dan Robin (Sucker Head/Noxa) adalah alumnus band ini juga. Selain sering manggung di Jakarta, Antiseptic juga sempat manggung di rockfest legendaris Bandung, Hullabaloo II pada akhir 1994. Album debut Antiseptic sendiri yang bertitel `Finally’ baru rilis delapan tahun kemudian (1997) secara D.I.Y. Ada juga band alternatif seperti Ocean yang memainkan musik ala Jane’s Addiction dan lainnya, sayangnya mereka tidak sempat merilis rekaman.

Selain itu, di awal 1990, Jakarta juga mencetak band punk rock The Idiots yang awalnya sering manggung meng-cover lagu-lagu The Exploited. Nggak jauh berbeda dengan Antiseptic, baru sembilan tahun kemudian The Idiots merilis album debut mereka yang bertitel `Living Comfort In Anarchy’ via label indie Movement Records. Komunitas-
komunitas punk/hardcore juga menjamur di Jakarta pada era 90-an tersebut. Selain komunitas Young Offender tadi, ada pula komunitas South Sex (SS) di kawasan Radio Dalam, Subnormal di Kelapa Gading, Semi-People di Duren Sawit, Brotherhood di Slipi, Locos di Blok M hingga SID Gank di Rawamangun.

Sementara rilisan klasik dari scene punk/hardcore Jakarta adalah album kompilasi Walk Together, Rock Together (Locos Enterprise) yang rilis awal 1997 dan memuat singel antara lain dari band Youth Against Fascism, Anti Septic, Straight Answer, Dirty Edge dan sebagainya. Album kompilasi punk/hardcore klasik lainnya adalah Still One, Still Proud (Movement Records) yang berisikan singel dari Sexy Pig, The Idiots, Cryptical Death hingga Out Of Control.

Bandung scene

Di Bandung sekitar awal 1994 terdapat studio musik legendaris yang menjadi cikal bakal scene rock underground di sana. Namanya Studio Reverse yang terletak di daerah Sukasenang. Pembentukan studio ini digagas oleh Richard Mutter (saat itu drummer PAS) dan Helvi. Ketika semakin berkembang Reverse lantas melebarkan sayap bisnisnya dengan
membuka distro (akronim dari distribution) yang menjual CD, kaset, poster, t-shirt, serta berbagai aksesoris import lainnya. Selain distro, Richard juga sempat membentuk label independen 40.1.24 yang rilisan pertamanya di tahun 1997 adalah kompilasi CD yang bertitel “Masaindahbangetsekalipisan.” Band-band indie yang ikut serta di kompilasi ini antara lain adalah Burger Kill, Puppen, Papi, Rotten To The Core, Full of Hate dan Waiting Room, sebagai satu- satunya band asal Jakarta.

Band-band yang sempat dibesarkan oleh komunitas Reverse ini antara lain PAS dan Puppen. PAS sendiri di tahun 1993 menorehkan sejarah sebagai band Indonesia yang pertama kali merilis album secara independen. Mini album mereka yang bertitel “Four Through The S.A.P” ludes terjual 5000 kaset dalam waktu yang cukup singkat. Mastermind yang melahirkan ide merilis album PAS secara independen tersebut adalah (alm) Samuel Marudut. Ia adalah Music Director Radio GMR, sebuah stasiun radio rock pertama di Indonesia yang kerap memutar demo-demo rekaman band-band rock amatir asal Bandung, Jakarta dan sekitarnya. Tragisnya, di awal 1995 Marudut ditemukan tewas tak bernyawa di kediaman Krisna Sucker Head di Jakarta. Yang mengejutkan, kematiannya ini, menurut Krisna, diiringi lagu The End dari album Best of The Doors yang diputarnya pada tape di kamar Krisna. Sementara itu Puppen yang dibentuk pada tahun 1992 adalah salah satu pionir hardcore lokal yang hingga akhir hayatnya di tahun 2002 sempat merilis tiga album yaitu, Not A Pup E.P. (1995), MK II (1998) dan Puppen s/t (2000). Kemudian menyusul Pure Saturday dengan albumnya yang self-titled. Album ini kemudian dibantu promosinya oleh Majalah Hai. Kubik juga mengalami hal yang sama, dengan cara bonus kaset 3 lagu sebelum rilis albumnya.

Agak ke timur, masih di Bandung juga, kita akan menemukan sebuah komunitas yang menjadi episentrum underground metal di sana, komunitas Ujung Berung. Dulunya di daerah ini sempat berdiri Studio Palapa yang banyak berjasa membesarkan band-band underground cadas macam Jasad, Forgotten, Sacrilegious, Sonic Torment, Morbus Corpse, Tympanic Membrane, Infamy, Burger Kill dan sebagainya. Di sinilah kemudian pada awal 1995 terbit fanzine musik pertama di Indonesia yang bernama Revograms Zine. Editornya Dinan, adalah vokalis band Sonic Torment yang memiliki single unik berjudul “Golok Berbicara”. Revograms Zine tercatat sempat tiga kali terbit dan kesemua materi isinya membahas band-band metal/hardcore lokal maupun internasional.

Kemudian taklama kemudian fanzine indie seperti Swirl, Tigabelas, Membakar Batas dan yang lainnya ikut meramaikan media indie. Ripple dan Trolley muncul sebagai majalah yang membahas kecenderungan subkultur Bandung dan jug lifestylenya. Trolley bangkrut tahun 2002, sementara Ripple berubah dari pocket magazine ke format majalah standar. Sementara fanzine yang umumnya fotokopian hingga kini masih terus eksis. Serunya di Bandung tak hanya musik ekstrim yang maju tapi juga scene indie popnya. Sejak Pure Saturday muncul, berbagai band indie pop atau alternatif, seperti Cherry Bombshell, Sieve, Nasi Putih hingga yang terkini seperti The Milo, Mocca, Homogenic. Begitu pula scene ska yang sebenarnya sudah ada jauh sebelum trend ska besar. Band seperti Noin Bullet dan Agent Skins sudah lama mengusung genre musik ini.

Siapapun yang pernah menyaksikan konser rock underground di Bandung pasti takkan melupakan GOR Saparua yang terkenal hingga ke berbagai pelosok tanah air. Bagi band-band indie, venue ini laksana gedung keramat yang penuh daya magis. Band luar Bandung manapun kalau belum di `baptis’ di sini belum afdhal rasanya. Artefak subkultur bawah tanah Bandung paling legendaris ini adalah saksi bisu digelarnya beberapa rock show fenomenal seperti Hullabaloo, Bandung Berisik hingga Bandung Underground. Jumlah penonton setiap acara-acara di atas tergolong spektakuler, antara 5000 – 7000 penonton! Tiket masuknya saja sampai diperjualbelikan dengan harga fantastis segala oleh para calo. Mungkin ini merupakan rekor tersendiri yang belum terpecahkan hingga saat ini di Indonesia untuk ukuran rock show underground.

Sempat dijuluki sebagai barometer rock underground di Indonesia, Bandung memang merupakan kota yang menawarkan sejuta gagasan-gagasan cerdas bagi kemajuan scene nasional. Booming distro yang melanda seluruh Indonesia saat ini juga dipelopori oleh kota ini. Keberhasilan menjual album indie hingga puluhan ribu keping yang dialami band Mocca juga berawal dari kota ini. Bahkan Burger Kill, band hardcore Indonesia yang pertama kali teken kontrak dengan major label, Sony Music Indonesia, juga dibesarkan di kota ini. Belum lagi majalah Trolley (RIP) dan Ripple yang seakan menjadi reinkarnasi Aktuil di jaman sekarang, tetap loyal memberikan porsi terbesar liputannya bagi band-band indie lokal keren macam Koil, Kubik, Balcony, The Bahamas, Blind To See, Rocket Rockers, The Milo, Teenage Death Star, Komunal hingga The S.I.G.I.T. Coba cek webzine Bandung, Death Rock Star (www.deathrockstar.tk) untuk membuktikannya. Asli, kota yang satu ini memang nggak ada matinya!

Scene Jogjakarta

Kota pelajar adalah julukan formalnya, tapi siapa sangka kalau kota ini ternyata juga menjadi salah satu scene rock underground terkuat di Indonesia? Well, mari kita telusuri sedikit sejarahnya. Komunitas metal underground Jogjakarta salah satunya adalah Jogja Corpsegrinder. Komunitas ini sempat menerbitkan fanzine metal Human Waste, majalah Megaton dan menggelar acara metal legendaris di sana, Jogja Brebeg. Hingga kini acara tersebut sudah terselenggara sepuluh kali! Band-band metal underground lawas dari kota ini antara lain Death Vomit, Mortal Scream, Impurity, Brutal Corpse, Mystis, Ruction.

Untuk scene punk/hardcore/industrial-nya yang bangkit sekitar awal 1997 tersebutlah nama Sabotage, Something Wrong, Noise For Violence, Black Boots, DOM 65, Teknoshit hingga yang paling terkini, Endank Soekamti. Sedangkan untuk scene indie rock/pop, beberapa nama yang patut di highlight adalah Seek Six Sick, Bangkutaman, Strawberry’s Pop sampai The Monophones. Selain itu, band ska paling keren yang pernah terlahir di Indonesia, Shaggy Dog, juga berasal dari kota ini. Shaggy Dog yang kini dikontrak EMI belakangan malah sedang asyik menggelar tur konser keliling Eropa selama 3 bulan! Kota gudeg ini tercatat juga pernah menggelar Parkinsound, sebuah festival musik elektronik yang pertama di Indonesia. Parkinsound #3 yang diselenggarakan tanggal 6 Juli 2001 silam di antaranya menampilkan Garden Of The Blind, Mock Me Not, Teknoshit, Fucktory, Melancholic Bitch hingga
Mesin Jahat.

Scene Surabaya

Scene underground rock di Surabaya bermula dengan semakin tumbuh-berkembangnya band-band independen beraliran death metal/grindcore sekitar pertengahan tahun 1995. Sejarah terbentuknya berawal dari event Surabaya Expo (semacam Jakarta Fair di DKI - Red) dimana band- band underground metal seperti, Slowdeath, Torture, Dry, Venduzor, Bushido manggung di sebuah acara musik di event tersebut.

Setelah event itu masing-masing band tersebut kemudian sepakat untuk mendirikan sebuah organisasi yang bernama Independen. Base camp dari organisasi yang tujuan dibentuknya sebagai wadah pemersatu serta sarana sosialisasi informasi antar musisi/band underground metal ini waktu itu dipusatkan di daerah Ngagel Mulyo atau tepatnya di studio milik band Retri Beauty (band death metal dengan semua personelnya cewek, kini RIP - Red). Anggota dari organisasi yang merupakan cikal bakal terbentuknya scene underground metal di Surabaya ini memang sengaja dibatasi hanya sekitar 7-10 band saja.

Rencana pertama Independen waktu itu adalah menggelar konser underground rock di Taman Remaja, namun rencana ini ternyata gagal karena kesibukan melakukan konsolidasi di dalam scene. Setelah semakin jelas dan mulai berkembangnya scene underground metal di Surabaya pada akhir bulan Desember 1997 organisasi Independen resmi dibubarkan. Upaya ini dilakukan demi memperluas jaringan agar semakin tidak tersekat-sekat atau menjadi terkotak-kotak komunitasnya.

Pada masa-masa terakhir sebelum bubarnya organisasi Independen, divisi record label mereka tercatat sempat merilis beberapa buah album milik band-band death metal/grindcore Surabaya. Misalnya debut album milik Slowdeath yang bertitel “From Mindless Enthusiasm to Sordid Self-Destruction” (September 96), debut album Dry berjudul “Under The Veil of Religion” (97), Brutal Torture “Carnal Abuse”, Wafat “Cemetery of Celerage” hingga debut album milik Fear Inside
yang bertitel “Mindestruction”. Tahun-tahun berikutnya barulah underground metal di Surabaya dibanjiri oleh rilisan-rilisan album milik Growl, Thandus, Holy Terror, Kendath hingga Pejah.

Sebagai ganti Independen kemudian dibentuklah Surabaya Underground Society (S.U.S) tepat di malam tahun baru 1997 di kampus Universitas 45, saat diselenggarakannya event AMUK I. Saat itu di Surabaya juga telah banyak bermunculan band-band baru dengan aliran musik black metal. Salah satu band death metal lama yaitu, Dry kemudian berpindah konsep musik seiring dengan derasnya pengaruh musik black metal di Surabaya kala itu.

Hanya bertahan kurang lebih beberapa bulan saja, S.U.S di tahun yang sama dilanda perpecahan di dalamnya. Band-band yang beraliran black metal kemudian berpisah untuk membentuk sebuah wadah baru bernama ARMY OF DARKNESS yang memiliki basis lokasi di daerah Karang Rejo. Berbeda dengan black metal, band-band death metal selanjutnya memutuskan tidak ikut membentuk organisasi baru. Selanjutnya di bulan September 1997 digelar event AMUK II di IKIP Surabaya. Event ini kemudian mencatat sejarah sendiri sebagai event paling sukses di Surabaya kala itu. 25 band death metal dan black metal tampil sejak pagi hingga sore hari dan ditonton oleh kurang lebih 800 – 1000 orang. Arwah, band black metal asal Bekasi juga turut tampil di even tersebut sebagai band undangan.

Scene ekstrem metal di Surabaya pada masa itu lebih banyak didominasi oleh band-band black metal dibandingkan band death metal/grindcore. Mereka juga lebih intens dalam menggelar event-event musik black metal karena banyaknya jumlah band black metal yang muncul. Tercatat kemudian event black metal yang sukses digelar di Surabaya seperti ARMY OF DARKNESS I dan II.

Tepat tanggal 1 Juni 1997 dibentuklah komunitas underground INFERNO 178 yang markasnya terletak di daerah Dharma Husada (Jl. Prof. DR. Moestopo,Red). Di tempat yang agak mirip dengan rumah-toko (Ruko) ini tercatat ada beberapa divisi usaha yaitu, distro, studio musik, indie label, fanzine, warnet dan event organizer untuk acara-acara underground di Surabaya. Event-event yang pernah di gelar oleh INFERNO 178 antara lain adalah, STOP THE MADNESS, TEGANGAN TINGGI I & II hingga BLUEKHUTUQ LIVE.

Band-band underground rock yang kini bernaung di bawah bendera INFERNO 178 antara lain, Slowdeath, The Sinners, Severe Carnage, System Sucks, Freecell, Bluekuthuq dan sebagainya. Fanzine metal asal komunitas INFERNO 178, Surabaya bernama POST MANGLED pertama kali terbit kala itu di event TEGANGAN TINGGI I di kampus Unair dengan tampilnya band-band punk rock dan metal. Acara ini tergolong kurang sukses karena pada waktu yang bersamaan juga digelar sebuah event black metal. Sayangnya, hal ini juga diikuti dengan mandegnya proses penggarapan POST MANGLED Zine yang tidak kunjung mengeluarkan edisinya yang terbaru hingga kini.

Maka, untuk mengantisipasi terjadinya stagnansi atau kesenjangan informasi di dalam scene, lahirlah kemudian GARIS KERAS Newsletter yang terbit pertama kali bulan Februari 1999. Newsletter dengan format fotokopian yang memiliki jumlah 4 halaman itu banyak mengulas berbagai aktivitas musik underground metal, punk hingga HC tak hanya di Surabaya saja tetapi lebih luas lagi. Respon positif pun menurut mereka lebih banyak datang justeru dari luar kota Surabaya itu sendiri. Entah mengapa, menurut mereka publik underground rock di Surabaya kurang apresiatif dan minim dukungannya terhadap publikasi independen macam fanzine atau newsletter tersebut. Hingga akhir hayatnya GARIS KERAS Newsletter telah menerbitkan edisinya hingga ke- 12.

Divisi indie label dari INFERNO 178 paling tidak hingga sekitar 10 rilisan album masih tetap menggunakan nama Independen sebagai nama label mereka. Baru memasuki tahun 2000 yang lalu label INFERNO 178 Productions resmi memproduksi album band punk tertua di Surabaya, The Sinners yang berjudul “Ajang Kebencian”. Selanjutnya label
INFERNO 178 ini akan lebih berkonsentrasi untuk merilis produk- produk berkategori non-metal. Sedangkan untuk label khusus death metal/brutal death/grindcore dibentuklah kemudian Bloody Pigs Records oleh Samir (kini gitaris TENGKORAK) dengan album kedua Slowdeath yang bertitel “Propaganda” sebagai proyek pertamanya yang dibarengi pula dengan menggelar konser promo tunggal Slowdeath di Café Flower sekitar bulan September 2000 lalu yang dihadiri oleh 150- an penonton. Album ini sempat mencatat sold out walau masih dalam jumlah terbatas saja. Ludes 200 keping tanpa sisa.

Scene Malang

Kota berhawa dingin yang ditempuh sekitar tiga jam perjalanan dari Surabaya ini ternyata memiliki scene rock underground yang “panas” sejak awal dekade 90-an. Tersebutlah nama Total Suffer Community(T.S.C) yang menjadi motor penggerak bagi kebangkitan komunitas rock underground di Malang sejak awal 1995. Anggota komunitas ini terdiri dari berbagai macam musisi lintas-scene, namun dominasinya tetap
saja anak-anak metal. Konser rock underground yang pertama kali digelar di kota Malang diorganisir pula oleh komunitas ini. Acara bertajuk Parade Musik Underground tersebut digelar di Gedung Sasana Asih YPAC pada tanggal 28 Juli 1996 dengan menampilkan band-band lokal Malang seperti Bangkai (grindcore), Ritual Orchestra (black metal),Sekarat (death metal), Knuckle Head (punk/hc), Grindpeace (industrial
death metal), No Man’s Land (punk), The Babies (punk) dan juga band-band asal Surabaya, Slowdeath (grindcore) serta The Sinners (punk).

Beberapa band Malang lainnya yang patut di beri kredit antara lain Keramat, Perish, Genital Giblets, Santhet dan tentunya Rotten Corpse. Band yang terakhir disebut malah menjadi pelopor style brutal death metal di Indonesia. Album debut mereka yang
bertitel “Maggot Sickness” saat itu menggemparkan scene metal di Jakarta, Bandung, Jogjakarta dan Bali karena komposisinya yang solid dan kualitas rekamannya yang top notch. Belakangan band ini pecah menjadi dua dan salah satu gitaris sekaligus pendirinya, Adyth, hijrah ke Bandung dan membentuk Disinfected. Di kota inilah lahir untuk kedua kalinya fanzine musik di Indonesia. Namanya Mindblast zine yang
diterbitkan oleh dua orang scenester, Afril dan Samack pada akhir 1995. Afril sendiri merupakan eks-vokalis band Grindpeace yang kini eksis di band crust-grind gawat, Extreme Decay. Sementara indie label pionir yang hingga kini masih bertahan serta tetap produktif merilis album di Malang adalah Confused Records

Scene Bali

Berbicara scene underground di Bali kembali kita akan menemukan komunitas metal sebagai pelopornya. Penggerak awalnya adalah komunitas 1921 Bali Corpsegrinder di Denpasar. Ikut eksis di dalamnya antara lain, Dede Suhita, Putra Pande, Age Grindcorner dan Sabdo Moelyo. Dede adalah editor majalah metal Megaton yang terbit di
Jogjakarta, Putra Pande adalah salah satu pionir webzine metal Indonesia
Corpsegrinder (kini Anorexia Orgasm) sejak 1998, Age adalah pengusaha distro yang pertama di Bali dan Moel adalah gitaris/vokalis band death metal etnik, Eternal Madness yang aktif menggelar konser underground di sana. Nama 1921 sebenarnya diambil dari durasi siaran program musik metal mingguan di Radio Cassanova, Bali yang
berlangsung dari pukul 19.00 hingga 21.00 WITA.

Awal 1996 komunitas ini pecah dan masing-masing individunya jalan sendiri-sendiri. Moel bersama EM Enterprise pada tanggal 20 Oktober 1996 menggelar konser underground besar pertama di Bali bernama Total Uyut di GOR Ngurah Rai, Denpasar. Band-band Bali yang tampil diantaranya Eternal Madness, Superman Is Dead, Pokoke, Lithium, Triple Punk, Phobia, Asmodius hingga Death Chorus. Sementara band- band luar Balinya adalah Grausig, Betrayer (Jakarta), Jasad, Dajjal, Sacrilegious, Total Riot (Bandung) dan Death Vomit (Jogjakarta). Konser ini sukses menyedot sekitar 2000 orang penonton dan hingga sekarang menjadi festival rock underground tahunan di sana. Salah satu
alumni Total Uyut yang sekarang sukses besar ke seantero nusantara adalah band punk asal Kuta, Superman Is Dead. Mereka malah menjadi band punk pertama di Indonesia yang dikontrak 6 album oleh Sony Music Indonesia. Band-band indie Bali masa kini yang stand out di antaranya adalah Navicula, Postmen, The Brews, Telephone, Blod Shot Eyes
dan tentu saja Eternal Madness yang tengah bersiap merilis album ke tiga mereka dalam waktu dekat.

Memasuki era 2000-an scene indie Bali semakin menggeliat. Kesuksesan S.I.D memberi inspirasi bagi band-band Bali lainnya untuk berusaha lebih keras lagi, toh S.I.D secara konkret sudah membuktikan kalau band `putera daerah’ pun sanggup menaklukan kejamnya industri musik ibukota. Untuk mendukung band-band Bali, drummer S.I.D, Jerinx dan beberapa kawannya kemudian membuka The Maximmum Rock N’ Roll Monarchy (The Max), sebuah pub musik yang berada di jalan Poppies, Kuta. Seringkali diadakan acara rock reguler di tempat ini.

Indie Indonesia Era 2000-an

Bagaimana pergerakan scene musik independen Indonesia era 2000-an? Kehadiran teknologi internet dan e-mail jelas memberikan kontribusi besar bagi perkembangan scene ini. Akses informasi dan komunikasi yang terbuka lebar membuat jaringan (networking) antar komunitas ini semakin luas di Indonesia. Band-band dan komunitas-komunitas baru banyak bermunculan dengan menawarkan style musik yang lebih beragam. Trend indie label berlomba-lomba merilis album band-band lokal juga menggembirakan, minimal ini adalah upaya pendokumentasian sejarah yang berguna puluhan tahun ke depan.

Yang menarik sekarang adalah dominasi penggunaan idiom `indie’ dan bukan underground untuk mendefinisikan sebuah scene musik non- mainstream lokal. Sempat terjadi polemik dan perdebatan klasikmengenai istilah `indie atau underground’ ini di tanah air. Sebagian orang memandang istilah `underground’ semakin bias karena kenyataannya kian hari semakin banyak band-band underground yang `sell-out’, entah itu dikontrak major label, mengubah style musik demi kepentingan bisnis atau laris manis menjual album hingga puluhan ribu keping. Sementara sebagian lagi lebih senang menggunakan idiom indie karena lebih `elastis’ dan misalnya, lebih friendly bagi band-band yang memang tidak memainkan style musik ekstrem. Walaupun terkesan lebih kompromis, istilah indie ini belakangan juga semakin sering digunakan oleh media massa nasional, jauh
meninggalkan istilah ortodoks `underground’ itu tadi.

Ditengah serunya perdebatan indie/underground, major label atau indie label, ratusan band baru terlahir, puluhan indie label ramai- ramai merilis album, ribuan distro/clothing shop dibuka di seluruh Indonesia. Infrastruktur scene musik non-mainstream ini pun kian established dari hari ke hari. Mereka seakan tidak peduli lagi dengan polarisasi indie-major label yang makin tidak substansial. Bermain musik sebebas mungkin sembari bersenang-senang lebih menjadi `panglima’ sekarang ini.

…And history is still in the making here…..

Rabu, 19 Mei 2010

Rock Festival Indonesia Versi Log Zhelebour



Adalah seorang Ong Oen Log, yang dikenal sebagai Log Zhelebour pria tambun kelahiran Surabaya 16 Maret 1959 dibalik sukses terselenggaranya Festival Rock Indonesia sebanyak 11 kali dari tahun 1984 sd 2007. Jangan lihat sosok fisiknya yang tidak ngerock, malah cenderung cuek dengan kaos dan celana pendek, tapi spirit rocknya luarbiasa. Perkenalannya dengan musik rock diawali ketika duduk di bangku SMP. Setelah lulus dari SMA St Louis Surabaya, 1977, baru dia memulai kariernya sebagai promotor pergelaran musik rock, didahului dengan berbagai kegiatan musik disko.

"Saya ingin musik rock tetap hidup dan terus berkembang. Salah satunya caranya dengan mengadakan event-event seperti festival rock," ujar Log. Seperti diungkapkan, awal tujuannya dari penyelenggaraan festival rock ini adalah untuk memberi wadah bagi grup rock pemula yang belum sempat mendapat kesempatan tampil kepermukaan dalam skala nasional. Mereka inilah yang nantinya akan menjadi regenerasi para seniornya untuk meneruskan langkah membawa panji-panji rock Indonesia terus jaya.

Log merintis karier promotornya sejak tahun 1979 dengan menggelar konser grup band kecil hingga menampilkan grup rock papan atas ketika itu, seperti SAS asal Surabaya dengan Super Kid dari Bandung dalam pertunjukan yang diberinya judul Rock Power. Setelah itu berlanjut dengan penyanyi rock wanita Euis Darliah, Sylvia Saartje, Farid Harja & Bani Adam, serta grup Giant Step.

Dengan sebuah mesin tik dan mengendarai sepeda motor Honda, Log berusaha meyakinkan berbagai pihak, termasuk sponsor, tentang usahanya mementaskan musik rock yang waktu itu rawan kerusuhan. Promosi berbagai produk yang waktu itu dilakukan hanya sebatas melalui radio dan spanduk. Sementara TVRI, satu-satunya stasiun televisi, tidak menerima iklan, dan musik rock nyaris tidak menjadi pilihan sebagai program acara

Remy Soetansyah (teman kita juga di MP), yang pernah menjadi juri Festival Rock Indonesia, menyatakan itulah kelebihan Log. Dia bisa melakukan apa yang tidak dilakukan promotor lain. Sesuai dengan namanya, Zhelebour (asal kata selebor, yang bisa berarti semaunya, baik dalam berpakaian, bicara, maupun bertindak), Log memang tidak peduli dengan komentar orang, apa yang dianggapnya baik, dilakukannya. Sepanjang memimpin penyelenggaraan Festival Rock Indonesia, dia tidak berpakaian lain kecuali celana sebatas betis, kaus oblong, dan rompi. Bedanya, kalau dulu dia bersepeda motor Honda bebek, sekarang dengan sedan BMW plus sopir.

Dari berbagai festival musik yang diselenggarakan, mulai dari Festival Lagu Pop Nasional, Lomba Cipta Lagu Prambors, Lomba Cipta Lagu Dangdut, Kontes Band Yamaha, hingga Cipta Pesona Bintang di layar kaca (RCTI), ternyata festival musik rock versi Log Zhelebour yang paling tahan banting. Sementara festival dan lomba yang lainnya berhenti karena berbagai hal, salah satu di antaranya karena ketiadaan sponsor. Demikian juga festival musik rock versi Log Zhelebour, dikenal sebagai Djarum Super Rock Festival. Perusahaan rokok itu mendanainya sebanyak delapan kali (1984, 1985, 1986, 1987, 1989, 1993, 2001, 2004) dari 11 kali penyelenggaraannya, dengan diselingi Gudang Garam (1991 dan 2007) dan stasiun televisi Indosiar (1996).

Festival musik rock versi Log Zhelebour bisa dikatakan adalah ajang musik rock yang paling bergengsi dibanding festival serupa yang pernah diselenggarakan. Sejak pertama kali diadakan, dengan nama Festival Rock se Indonesia mencatat beberapa rekor. Antara lain penyelenggaraannya secara maraton selama 15 jam nonstop, dari jam pukul 10.30 hingga 01.30. Yang kedua diikuti 30 grup rock dari sejumlah kota di tanah air yang berlaga di atas panggung terbesar sepanjang sejarah pertunjukan musik rock di Indonesia waktu itu, 50 X 12 meter.

Log Zhelebour mengawal festival perdananya ini di lapangan sepakbola 10 November, Tambaksari, Surabaya, hari Minggu 14 April 1984, dengan dukungan sound-system Lasika yang melayani para peserta yaitu 30 grup rock dari Jakarta, Bandung, Jawa Timur dan Bali : LCC, Flash Rock, Amara, Grass Rock, Blues Brothers, Full of Shit, Heaven, Literature Rock, Vocation, Leizig, Warrock (konon group ini binaan Ucok Aka), Q Red, Squencer, Heart Breaker, Bom Chankar, Sensitive Band, Mat Bitel, Nickey Astria, D'Ronners, Smallers Band. Harley Angels, 2nd Smile, Jamrock, Bissing, Drop Out dan Elpamas. Mereka membawa sebuah lagu pilihan dan lagu wajib Djarum Super: Oh nikmatnya Djarum Super Filter, oh sedapnya Djarum Super filter, untuk memperebutkan hadiah Rp. 3 juta.

Para juri terdiri dari penyanyi God Bless Achmad Albar, penabuh drum Jelly Tobing, gitaris Ian Antono, pemetik bas Arthur Kaunang, pemain keyboard Abadi Soesman dan seorang wakil dari Depdikbud (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan) memilih Harley Angles dari Bali sebagai juara pertama., LCC (Surabaya, juara dua), Elpamas (Pandaan, juara tiga), 2nd Smile (Jakarta, juara harapan) dan Drop Out (Irian Jaya, juara favorit), Juga dipilih penyanyi terbaik Bambang (Harley Angles), penyanyi terbaik wanita Chetty WS (LCC), pemain bas terbaik Indrawan (Harley Angels), penabuh drum terbaik Budi R (Jamrock, Bandung) dan pemain keyboard terbaik Andy (2nd Smile). Hanya saja kiprah sijuara pertama Harley Angels sampai sekarang tidak pernah muncul kemana mereka, mungkin teman-teman MP ada yang tahu keberadaannya.

Meskipun tidakmasuk final atau menjadi juara, sejumlah pesertanya justru berhasil berkarir dalam industri musik. Salah satu contoh, grup Jamrock (yang sekarang dikenal dengan nama Jamrud) waktu itu hanya masuk final. Mereka terdiri dari Aziz MS (gitar), Ricky Teddy (bas), Agus (dram) dan Oppi (vokal).

Keberhasilan Log dengan festival perdananya tahun 1984 menyebabkan Djarum Super kembali bersedia memberi dukungannya untuk pelaksanaan festival tahun berikutnya, 1985, yang dijuarai grup rock asal Pandaan, Malang, Elpamas. Elpamas yang merupakan kepanjangan "Elek-Elek Arek Pandaan Mas"menelorkan gitaris handal Totok Tewel, yang kemudian banyak bekerjasama dengan berbagai musisi dan grup, antara lain Kantata Takwa pimpinan pengusaha yang suka musik Setiawan Djody. Grup ini beranggota sejumlah pemusik kondang seperti Jockey Soeryoprayogo, Inisistri, Donny Fattah, Iwan Fals, Sawung Jabo dan Rendra tahun 1989 hingga sekarang. Sementara Grass Rock hanya beruntung memperoleh juara III dan Rere memperoleh gelar The Best Drumer.

Baru pada penyelenggaraan Festival Rock Indonesia yang ke III pada tahun 1986, juaranya adalah Grass Rock dari Surabaya, saat itu vokalisnya adalah Zulkarnain. Rere pun kembali menyabet gelar The Best Drumer. Mereka lantas memperoleh kesempatan dari Log Zhelebour untuk mengikuti tur 10 kota untuk mengiringi God Bless. Grup rock Slank juga masuk final, tapi hanya berhasil menjadi juara hiburan.

Tahun berikutnya 1987 pada penyelenggaraan ke IV, giliran Adi Metal Rock Band (Surabaya) sebagai juaranya, sama seperti Harley Angels, Adi Metal Rock Band sampai sekarang tidak tahu rimbanya. Lagu yang sempat hits mereka diantaranya Revolusi Kaisar dan Mereka Menantimu.

Sayangnya penyelenggaraan Festival Rock Indonesia I sd IV, belum dikeluarkan album rekaman 10 finalis Festival Rock Indonesia tersebut, akibatnya penikmat musik kayak kita-kita ini tidak bisa menikmati hasil cipta lagu kesemua finalis tersebut.

Baru pada penyelenggaraan Festival Rock Indonesia ke V Tahun 1989, lewat Logiss Records (Logiss adalah gabungan dua nama, LOG (Log Zhelebour) dan ISS (Iwan Sutadi Sidarta), perusahaan rekaman Log Zhelebour yang bekerjasama dengan Iwan Sutadi Sidarta dengan benderanya Indo Semar Sakti, yang memayung perusahaan rekaman King Records, Billboard, Aruna dan Buletin Intrernasional, mulai merekam 10 lagu finalis yang ke V, dimana juara nya pada saat itu adalah Power Metal (Surabaya), Hendrix Sanada juga terpilih sebagai the best bassist. Lucky Setyo W gitaris Andromedha Rock Band memperoleh The best guitaris. Menariknya saat itu vokalis Power Metal bukan Arul,tetapi adalah Pungky, saat itu Arul juga ikut Festival Rock Indonesia ke V sebagai Vokalis Big Boy (Banjarmasin) dan meraih vokalis terbaik dengan lagunya Polusi Kehidupan. Grup band yang dianggap rival terberat Power Metal saat itu adalah Andromedha (Surabaya), Kaisar (Solo) dan Roxx (Jakarta). Kemenangannya ini sekaligus menjadi awal perjalanan karier Power Metal menembus dunia rekaman.

Pada Festival Rock Indonesia ke VI, yang diadakan tiga tahun kemudian tahun 1991, Log menggandeng Gudang Garam sebagai penyandang dana. Semifinal yang diadakan di Malang dan final di Surabaya, mengusung grup rock Kaisar dari Solo sebagai yang terbaik. Sayangnya Kaisar juga bernasib sama tidak terdengar gaungnya sampai ekarang, padahal lagunya cukup bagus seperti kerangka langit dan garis bintang.

Djarum Super baru kembali mendukung Log pada festival yang ke tujuh dua tahun kemudian yaitu tahun 1993. Grup yang menjuarainya kali ini adalah Andromeda Rock Band dari Surabaya, namun finalnya diselenggarakan di Yogyakarta.

Namun pada tahun 1996, Djarum Super absen dan Log bekerjasama dengan stasiun televisi Indosiar. Festival yang ke delapan ini juaranya adalah grup rock Teaser asal Temanggung.

Setelah itu selama lima tahun festival ini ditiadakan, karena kondisi ekonomi, politik dan sosial negara kita waktu itu. Baru pada tahun 2001 Djarum Super kembali bersedia menjadi pandukung festival yang ke sembilan. Kali ini festival diawali dengan menjaring grup-grup dari setiap propinsi, sehingga tidak heran jika pesertanya berjumlah sampai ratusan grup. Dari semua itu dipilih sebanyak 25 grup untuk masuk ke semifinal dan kemudian 10 grup terbaik bertarung di babak final. Yang mejadi juara kali ini adalah grup U9 dari Kediri.

Dengan sistim yang sama festival musik rock versi Log Zhelebour kembali berlangsung untuk ke 10 kalinya tahun 2004 dan berhasil menjaring 800 grup di 18 propinsi. Untuk ke 10 kali dalam kurun waktu 20 tahun, festival musik rock versi Log Zhelebour berlangsung di Stadion Tambaksari Surabaya, 10-11 Desember 2004. Semifinal pada hari pertama diikuti 25 grup dari 18 propinsi: Sumatera Barat (Cadenza, Pane), Sumatera Utara (Child Band), Nanggroe Aceh Darussalam (Manggots), Sumatera Selatan (Tahta Band, Metafora), Jawa Barat (Ferari, Mujizat), Jawa Tengah (Mr. B), Yogyakarta (Reload), Jawa Timur (The Break, Kobe, Daun), Bali (CTC Band, Big G 256), Sulawesi Selatan (Loe Joe, Indonesia Baru), Sulawesi Utara (Virgin ‘N Untouchable), Sulawesi Tengah (Traxtor), Jakarta (Kanda), Banten (Take Over), Kalimantan Timur (Eldee Cool), Kalimantan Barat (Paris 208), Kalimantan Selatan (Mr. X), dan Kalimantan Tengah (Mario Bross). Setiap grup rata-rata menghabiskan waktu sekitar 15 menit untuk membawa dua lagu (wajib dan pilihan) dan persiapan alat musik. Alhasil penampilan ke 25 grup itu memakan waktu tidak kurang dari enam jam dan total menjadi tujuh ditambah break sholat magrib. Jarum jam menunjukan pukul 23.30 WIB ketika juri mulai bersidang untuk menjaring 10 grup yang pantas masuk final keesokan harinya. Sementara menunggu, band asal Kediri, U9, juara Djarum Super Rock Festival IX mengibur penonton yang kelelahan. Mendekati pukul 01.00 dewan juri yang terdiri Artur Kaunang (musisi), Mel Shandy (penyanyi), Remy Sutansyah si teman kita nih (wartawan), Bens Leo (wartawan), Yoyok (grup Padi), Raymond Ariaz (Power Metal), Arul Efansyah (Power Metal), Jockie Suryoprayogo (musisi), Ian Antono (musisi), dan Hubert Hendri (Boomerang) mengumumkan 10 finalis, yakni Take Over (Banten), Daun Band (Kediri), Mujizat (Bandung), Indonesia Baru (Pinrang), Eldee Cool (Samarinda), Mr X (Banjarmasin), Mr B (Klaten), Kanda Band (Jakarta), Kobe (Sidoarjo) dan Loe Joe (Makasar). Acara yang dimulai pukul 17.00 WIB baru berakhir menjelang pukul 01.00 dini hari.

Ke 10 finalis itu berlaga dihadapan sekitar 15.000 penonton yang memadati Stadion Tambaksari pada malam kedua. Semuanya berusaha. tampil seekspresif mungkin,. Tapi sayang beberapa peserta kelihatan kehabisan stamina dan tidak mampu bermain sebaik ketika di semifinal. Yang menonjol adalah aksi Billy, gitaris Mujizat Band yang mempertontonkan penguasaan alat musik dan lagu yang prima, baik lagu wajib maupun lagu pilihan. Tidak heran jika Billy dan grupnya menjadi pilihan para juri, hingga mampu mengatasi kesembilan grup lainnya.

Para juara Djarum Super Festival Rock Indonesia ke-X di Stadion Tambaksari Surabaya, 10-11 Desember 2004 adalah: Mujizat Band (Bandung, juara 1), Take Over (Banten, juara 2), Loe Joe (Makasar, juara 3), Mr. X (Banjarmasin, juara harapan), Daun Band (Kediri, juara favorit), Kobe (Sidoarjo, best performance), Billy (Mujizat Band, best guitarist), Ewin (Indonesia Baru Band, best drumer), Erwin Way (Mujizat Band, best bassist), Nora (Daun Band, best keyboard) dan Damar (Take Over Band) sebagai penyanyi terbaik.

Pada Festival Rock Indonesia ke XI Tahun 2007, Gudang Garam kembali mensponsori penyelenggaraan event tersebut dan disiarkan langsung oleh Indosiar. Band asal Salatiga, Workstation akhirnya berhasil menjadi jawara GGRC Minggu malam (17/06) di Gelora Bung Karno. Selain menggondol uang tunai 50 juta rupiah Workstation juga mendapat jatah rekaman album dari Log Zhelebour. Juara kedua diambil band CCCC asal Surabaya (Rp 40 juta) dan juara ketiga adalah Yello (Rp 30 juta). Sementara itu Parcel menjadi band favorit lewat polling sms. Sedangkan band dengan best performance diraih band asal Bandung Alas Roban, sementara juara harapan disabet Peacepot. Acara sendiri berlangsung lancar sejak pukul 12.00. Para penonton terhanyut dengan aksi para band peserta. Tak ketinggalan aksi panggung lainnya dari band-band yang sudah punya nama seperti Boomerang, Jamrud, J Rock, dan juga dihadiri rocker gaek Achmad Albar.

Rabu, 02 Desember 2009

In Memorian Ucok AKA Harahap



Penggemar Musik Rock Indonesia, artikel ini ditulis kurang lebih setahun yang lalu di saat Alm masih eksis di Blantika Musik Rock Indonesia, semoga tulisan ini sebagai spirit & inspirasi untuk mengenang seorang Legenda Rocker Indonesia, Ucok AKA Harahap.

Ucok AKA Harahap Masih Ngerock di Usia Kepala Enam

Penggemar musik rock tanah air era akhir 1960-an sampai awal 1970-an pasti tahu AKA. Grup yang namanya merupakan kependekan dari Apotik Kali Asin itu dibentuk pada 23 Mei 1967 dengan personel Ucok Harahap (vokal/keyboard), Arthur Kaunang (bas/vokal), Sonata Tanjung (gitar/biola/vokal), dan Syech Abidin (drum/vokal).

Di antara empat orang tersebut, salah seorang yang masih bertahan di dunia musik adalah Ucok. Usianya sekarang sudah menginjak angka 68 tahun. Tapi, kesetiaannya pada dunia rock tetap terjaga di hati.

Tidak hanya berada di belakang layar dengan menciptakan lagu. Ucok sampai kini masih sering manggung. Saat ini, dia tergabung dalam dua grup. Yakni, Therapy Rock Band dan Sweet.

''Kalau Therapy, aliran musiknya keras seperti membawakan lagu-lagu Led Zeppelin dan Deep Purple. Sementara Sweet adalah slow rock dengan lagu-lagu Bee Gees dan Scorpion,'' ujar Ucok yang ditemui di rumahnya di kawasan Pagesangan kemarin (9/12).

Dan jangan kira dua grup itu sepi order. Tidak ada bulan yang terlewat tanpa undangan tampil. ''Lokasinya masih di Pulau Jawa,'' ungkap pria yang sempat membentuk grup Duo Kribo dengan Ahmad Albar tersebut.

Ucok mengaku tidak bisa meninggalkan musik. Bahkan, dia mengaku bakal stres jika pensiun dari olah tarik suara. Karena itu, meski tidak sampai bisa menggelar konser besar seperti zaman keemasan grupnya, dia tetap berkecimpung dalam dunia yang telah membesarkan namanya tersebut.

''Saya sudah mempersiapkan sekolah musik, rental studio, dan perusahaan rekamaan. Itu akan menjadi penerus kegiatan saya setelah tidak manggung,'' tuturnya.

Secara penampilan, pemilik nama asli Andalas Datoe Oloan Harahap tersebut juga mempertahankan aksesorinya sebagai rocker. Rambutnya tetap terurai panjang, meski tidak kribo lagi. Di telinga kanan-kirinya terpasang beberapa giwang. ''Saya merasa inilah saya. Meskipun, banyak yang mengatakan saya sudah tua tidak layak dengan penampilan seperti ini,'' katanya.

Bahkan, dia berusaha memiliki penampilan yang berbeda dari yang lain dalam setiap konser. Dengan gaya begitu, Ucok mengaku lebih percaya diri di hadapan banyak orang. ''Saya berprinsip, gaya berbaju atau penampilan di panggung jangan sama dengan penonton. Karena itu, saya sangat heran kalau ada grup band yang tidak memperhatikan penampilannya,'' tegasnya.

Ketika di panggung, gaya Ucok terbilang nyentrik, kalau tidak mau disebut agak sinting. Bukan hal baru melihat Ucok menyanyi sambil bergelantungan terbalik di ketinggian 10 meter, jumpalitan jungkir balik seperti seorang atlet senam, sampai membawa peti mati.

Konsep seperti itu memang telah direncanakan sebagai sebuah hiburan tersendiri bagi para penonton. Itu meniru komposisi entertainment panggung AKA. Yakni, dalam konser, 60 persen adalah suara dan 40 persen visual. ''Jadi, kita harus mempertontonkan peforma yang teatrikal,'' ungkap pria yang enggan bercerita tentang kehidupan cinta dan rumah tangganya tersebut.

Dengan gaya panggung yang gila-gilaan membuat banyak orang menganggap Ucok dalam keadaan tidak sadar saat unjuk penampilan seperti itu. Akibatnya, vokalis yang merangkap sebagai pemain kibor itu sering dituduh menggunakan alkohol atau obat-obatan terlarang sebelum tampil. Namun, itu semua dibantah keras oleh Ucok. "Hingga sekarang, saya tidak pernah merasakan namanya alkohol atau yang lain," ujarnya.

Pria berambut panjang itu menambahkan jika saat muda menggunakan zat-zat racun itu, sudah pasti dia tidak akan bisa menjaga peforma penampilannya sampai sekarang. "Saya dulunya juga asisten apoteker jadi tahu keburukan obat-obat itu untuk tubuh kita," ujarnya.

Ucok adalah anak apoteker Ismail Harahap yang merupakan pemilik Apotik Kali Asin. Sebelum menjadi punggawa AKA, Ucok membantu sang ayah. Dia menegaskan jika, berada di panggung dirinya seperti kehilangan kontrol dirinya. Karena itu, Ucok sering melakukan tindakan di luar kesadarannya. "Seperti orang kesurupan. Kalau sudah selesai baru terasa. Badan terasa sakit semua dan pasti ada yang keseleo," ungkapnya.

Tampil di panggung pada usia kepala enam seperti sekarang, Ucok mengaku tak mengalami kesulitan berarti. Staminanya masih terjaga, membuat dirinya masih sanggup beratraksi maksimal tiap kali show. ''Nggak ada bedanya. Saya masih sekuat dua puluh tahun lalu,'' ujarnya bangga.

Minggu, 27 September 2009

EdanE



Sejarah Edane

Edane adalah potret sebuah grup yang memiliki kematangan bermusik: dalam penggarapan album maupun ketika pentas di atas panggung. Pusat pesona grup terutama terletak pada Zahedi Riza Sjahranie alias Eet Sjahranie. Permainan Gitar Eet amat atraktif, memukau, dan edan. Beng Beng, gitaris Pas bilang, jika kita ingin menyebut siapa sebenarnya gitaris rock Indonesia, Eet itulah orangnya. Edane semula dikenal sebagai singkatan dari Eet dan Ecky Lamoh. Terbentuk tahun 1991, Edane terdiri atas Eet (gitar), Ecky (vokal), Iwan Xaverius (bas), dan Fajar Satritama (drums).

Setelah ikut mewarnai musik Edane dalam album pertama The Beast (1992), Ecky cabut. Edane tak berganti nama. Hari Batara atau lebih dikenal sebagai Ucok, masuk. Tapi kemudian giliran Ucok yang cabut. Posisinya diambil alih oleh Trison, mantan vokalis Roxx. Trison dipilih lewat seleksi ketat yang dilakukan selama dua tahap.

Namun pada pertengahan tahun 2003 lagi-lagi terjadi pergantian vokalis, pada tangal 9 juli 2003 tepatnya Trison mengundurkan diri dari edane, banyak cerita simpang siur terhadap pengunduran Trison dari edane tapi yang pasti setelah Trison mengundurkan diri akhirnya edane mendapatkan ganti vokalis baru ex. razzle band yaitu Robby yang biasa membawakan lagu-lagu guns n roses. Hadirnya penyanyi dengan karakter seperti itu bisa di tebak edane akan kembali mengusung musik beraliran hard rock atau yang sejenisnya mereka kelihatannya kembali ingin menonjolkan kemampuan individual masing-masing personilnya di album yang akan datang. Menurut Eet Sjahranie, gitaris Edane, pergantian vokalis ini terjadi karena di antara personel mulai disadari adanya ketidakseimbangan dalam hal memenuhi tuntutan musik Edane. “Sebenarnya itu sudah disadari sejak pembuatan album Borneo. Kita sudah memikirkan untuk membuat musik yang lebih luas dari sebelumnya. Konsekuensi dari itu, kita tentunya membutuhkan personel yang bisa memenuhi kapasitas itu,” ungkap Eet.

Kendati demikian, lanjut Eet, hubungan antara personel Edane dengan Ucok tetap baik. Karena Ucok sendiri yang berinisiatif untuk mengundurkan diri. “Malah Ucok juga setuju dengan audisi untuk vokalis baru.”

Telah empat album mereka keluarkan The Beast, Jabrik, Borneo dan 9299 (1999). Album 9299 (Aquarius) merupakan kompilasi lagu baru dan lagu lama. Tiga lagu baru adalah Untuk Dunia yang menjadi lagu jago, Dengarkan Aku, dan Rock On. Lagu lama yang masuk antara lain Jabrik, Ikuti dan Borneo yang kaya unsur etnik Dayak. “Lagu-lagu tersebut kami anggap bisa mewakili Edane,” ucap Eet.

Proses penciptaan musik Edane, tutur Eet dan Fajar, lebih banyak bertolak dari rif-rif yang dimainkan di studio. “Rif-rif itu kemudian berkembang menjadi komposisi dan akhirnya lagu,” kata Fajar. Ini sebabnya penggarapan album Edane selalu lama. Untuk satu album mereka bisa menghabiskan lebih dari seratus shift, jumlah yang cukup banyak (bisa untuk membuat tiga album) bagi grup lain. Namun, menurut Rudra, sound engineer album Edane, dengan proses semacam itulah musik Edane sangat kaya akan warna dan detail.

Edane memainkan hard rock. Tapi Eet lebih suka menyebutnya rock saja. Eet juga kerap diidentikkan dengan Eddie Van Halen, gitaris yang mempengaruhinya. Dari sini muncul plesetan Edane sebenarnya adalah singkatan dari Eet dan Eddie Van Halen. Pengidentikan itu, kata Eet, “membuat saya tersanjung dan kesal. Tersanjung karena Van Halen adalah nama besar. Kesal karena saya ingin menjadi diri saya sendiri, bukan orang lain.”

Sejak dirintis tahun 1991, manajemen Edane sudah berpindah dari tangan ke tangan. Pertama ditangani Ali Akbar, kemudian pindah ke Jimmy Doto, lalu ke Aci, dan pernah ditangani sendiri. Kini manajemen Edane dipegang Danny Wijanarko, manajer GIGI. “Bagaimanapun saya tetap berkonsentrasi di GIGI, tapi bukan berarti menomorduakan Edane,” ujar Danny.

EdanE adalah potret sebuah grup yang memiliki kematangan bermusik dalam penggarapan album maupun ketika pentas di atas panggung. Pusat pesona grup terutama terletak pada Zahedi Riza Sjahranie alias Eet Sjahranie. Permainan gitar Eet amat atraktif, memukau, dan edan. Beng Beng, gitaris Pas bilang, jika kita ingin menyebut siapa sebenarnya gitaris rock Indonesia, Eet itulah orangnya. EdanE semula dikenal sebagai singkatan dari Ecky Lamoh dan Eet Sjahranie . Terbentuk tahun 1991, Edane terdiri atas Eet (gitar), Ecky (vokal), Iwan Xaverius (bas), dan Fajar Satritama (drums).


Setelah ikut mewarnai musik EdanE dalam album pertama The Beast (1992), Ecky cabut. EdanE tak berganti nama. Hari Batara atau lebih dikenal sebagai Ucok, masuk. Tapi kemudian giliran Ucok yang cabut. Posisinya diambil alih oleh Trison, mantan vokalis Roxx. Trison dipilih lewat seleksi ketat yang dilakukan selama dua tahap.

Namun pada pertengahan tahun 2003 lagi-lagi terjadi pergantian vokalis, pada tangal 9 juli 2003 tepatnya Trison mengundurkan diri dari EdanE, banyak cerita simpang siur terhadap pengunduran Trison tapi yang pasti setelah Trison mengundurkan diri akhirnya EdanE mendapatkan ganti vokalis baru ex Razzle Band yaitu Robby yang biasa membawakan lagu-lagu Guns n Roses. Hadirnya penyanyi dengan karakter seperti itu bisa di tebak EdanE akan kembali mengusung musik beraliran hard rock atau yang sejenisnya mereka kelihatannya kembali ingin menonjolkan kemampuan individual masing-masing personilnya di album yang akan datang. Menurut Eet, pergantian vokalis ini terjadi karena di antara personel mulai disadari adanya ketidakseimbangan dalam hal memenuhi tuntutan musik EdanE. “Sebenarnya itu sudah disadari sejak pembuatan album Borneo. Kita sudah memikirkan untuk membuat musik yang lebih luas dari sebelumnya. Konsekuensi dari itu, kita tentunya membutuhkan personel yang bisa memenuhi kapasitas itu,” ungkap Eet.

Kendati demikian, lanjut Eet, hubungan antara personel EdanE dengan Ucok tetap baik. Karena Ucok sendiri yang berinisiatif untuk mengundurkan diri. “Malah Ucok juga setuju dengan audisi untuk vokalis baru.”

Telah enam album mereka keluarkan The Beast (1992), Jabrik (1994), Borneo (1996), 9299 (1999), 170 Volts (2002), dan Time To Rock (2005). Album 9299 (Aquarius) merupakan kompilasi lagu baru dan lagu lama. Tiga lagu baru adalah Untuk Dunia yang menjadi lagu jago, Dengarkan Aku, dan Rock On. Lagu lama yang masuk antara lain Jabrik, Ikuti dan Borneo yang kaya unsur etnik Dayak. “Lagu-lagu tersebut kami anggap bisa mewakili EdanE,” ucap Eet.

Proses penciptaan musik EdanE, tutur Eet dan Fajar, lebih banyak bertolak dari rif-rif yang dimainkan di studio. “Rif-rif itu kemudian berkembang menjadi komposisi dan akhirnya lagu,” kata Fajar. Ini sebabnya penggarapan album EdanE selalu lama. Untuk satu album mereka bisa menghabiskan lebih dari seratus shift, jumlah yang cukup banyak (bisa untuk membuat tiga album) bagi grup lain. Namun, menurut Rudra, sound engineer album EdanE, dengan proses semacam itulah musik EdanE sangat kaya akan warna dan detail.

EdanE memainkan musik hard rock. Tapi Eet lebih suka menyebutnya rock saja. Eet juga kerap diidentikkan dengan Eddie Van Halen, gitaris yang mempengaruhinya. Dari sini muncul plesetan EdanE sebenarnya adalah singkatan dari Eet dan Eddie Van Halen. Pengidentikan itu, kata Eet, “membuat saya tersanjung dan kesal. Tersanjung karena Van Halen adalah nama besar. Kesal karena saya ingin menjadi diri saya sendiri, bukan orang lain.”

Sejak dirintis tahun 1991, manajemen EdanE sudah berpindah dari tangan ke tangan. Pertama ditangani Ali Akbar, kemudian pindah ke Jimmy Doto, lalu ke Aci, dan pernah ditangani sendiri. Kini manajemen Edane dipegang oleh Heri ‘UCOK’ Batara dengan Rock On Management nya hingga sekarang
Personil EdanE

Personil Edane berganti-ganti dalam berbagai kurun waktu. Berikut adalah konfigurasi grup yang pernah terjadi:

EdanE I :
Eet Sjahranie : gitar
Ecky Lamoh : vokal
Iwan Xaverius : bas
Fajar Satritama : drum

EdanE II :
Eet Sjahranie : gitar
Heri Batara : vokal
Iwan Xaverius : bas
Fajar Satritama : drum

EdanE III :
Eet Sjahranie : gitar
Trison Manurung:vokal
Iwan Xaverius : bas
Fajar Satritama : drum

EdanE IV :
Eet Sjahranie : gitar
Robby Matulandi :vokal
Iwan Xaverius : bas
Fajar Satritama : drum

Iwan dan Robby akhirnya mengundurkan diri.

Diskografi Edane

1.The Beast, produser AIRO Records & EdanE ( 1992 )

2.Jabrik, produser EdanE ( 1994 )

3.Borneo, produser EdanE ( 1996 )

4.9299 (album kompilasi), produser ( 1999 )

5.170 Volts, produser Jan Djuhana (2002)

6.Time to Rock, produser Jan Djuhana (2005)

About Eet Sjahranie

Eet Sjahranie selalu dihubungkan dengan kepiawaiannya memetik dawai
gitar. Setelah Ian Antono, Eet disebut-sebut sebagai jawara gitar di
tanah air. Imej itu memang layak disandangnya. Terlebih-lebih ia kini
menjadi salah satu gitaris grup rock Indonesia yang cukup disegani, God
Bless–dan pentolan kelompok musik rock terdepan, EDANE. Dilahirkan di
Bandung, 3 Februari 1962 dengan nama Zahedi Riza Sjahranie, anak
ketujuh dari kedepan bersaudara ini mulai menyenangi musik saat
menginjak usia 5 atau 6 tahun. Maklum kakak-kakanya sering memutar
lagu-lagu barat, seperti Deep Purple, Jimi Hendrix, Led Zeppelin, The
Beatles, hingga BeeGees.

Kendati diakuinya hal itu sedikit banyak mempengaruhi kepekaan
rasanya dalam bermusik, bukan gara-gara itu yang menggugah hatinya
belajar gitar. “Justru yang membuat saya mendalami musik karena melihat
Koes Plus. Asyik banget melihat aksi panggung Yoek atau Yon Koeswoyo,”
ujar Eet mengenang. Awalnya ia belajar gitar dengan seorang anak yang
jadi yang juru parkir di depan sekolahnya di Kalimantan Timur, tempat
keluarganya bermukim saat itu. Sehabis pulang sekolah, ia selalu
mengajak sohib-sohibnya belajar gitar bersama. Sejak itu “secara
alamiah saya belajar sendiri,” tuturnya. Mulai dari lagu daerah,
folksong, dangdut sampai lagu-lagu pop yang sedang populer saat itu ia
coba untuk mencari akord-akordnya.

Di masa kecil, sesekali Eet sering diajak ayahnya, Sjahranie yang
pernah jadi Gubernur Samarinda 1967-1977, ke Jakarta, sekalian
mengunjungi kakaknya yang sedang studi di Ibukota. Sang kakak kebetulan
mahir bermain gitar klasik. Kesempatan itu tidak disia-siakan Eet untuk
mencuri ilmunya. “Lumayan ia mengajarkan satu lagu klasik,” katanya
Sekembalinya, Eet menunjukan kebolehannya di hadapan teman-temannya.
Merasa mendapat perhatian lebih dari kawan-kawannya, Eet kian percaya
diri untuk lebih mendalami teknik permainan gitar. Lagu-lagu yang
rhythm dan petikan melodinya enggak gampang, ia jelajahi. Keinginannya
pun semakin menggebu ketika orangtuanya membelikan gitar elektrik.
Berbeda yang ia alami saat memetik gitar akustik, dengan gitar elektrik
ia mulai tahu sound-sound aneh. Refrensi musiknya sedikit demi sedikit
mulai bertambah. “Orientasi saya tidak lagi dengar lagu-lagu Indonesia,
tapi lagu-lagu barat. Kayaknya lebih asyik,” tutur Eet.

Pada 1978, keluarga Sjahranie boyong ke Jakarta. Ia melanjutkan
sekolah di Perguruan Cikini. Tahu Eet jago main gitar, teman-teman
sekolahnya yang suka ngeband mengajaknya ikut Festival Band SLTA
se-Jakarta. Tak disangka, Eet mendapat gelar gitaris terbaik, sedang
Cikini’s Band menduduki peringkat kedua. Selain itu, Eet ikut membantu
pengisi musik untuk operet sekolahnya. Di situ ia bertemu Iwan Madjid,
yang lalu mengenalkannya dengan Fariz RM dan Darwin. Temu punya temu,
mereka sepakat membentuk grup band. Namanya WOW. “Tapi belum terealisir
saya sudah kadung pergi ke Amerika,” ujar Eet. (WOW sendiri sempat
mengeluarkan album, minus Eet). Di negeri Paman Sam, Eet mengambil
workshop recording sound engineering di Chillicote, Ohio selama tiga
bulan. Selama di sana, ia banyak bertemu musisi Indonesia, yang juga
sedang studi musik, antara lain, kawan lamanya Fariz RM dan Iwan
Madjid, serta Ekie Soekarno. Pertemanan mereka berlanjut sampai di
tanah air. Dalam beberapa kesempatan, Eet kerap diajak rekaman. Saat
Fariz RM menggagas proyek album Barcelona, Eet mengisi sound gitarnya.
Atau waktu Ekie Soekarno membuat album Kharisma I dan Kharisma II. Saat
menggarap album Ekie, Eet bertemu Jockey Suryaproyogo, yang lalu
mengajaknya masuk God Bless, menggantikan posisi Ian Antono. Tak hanya
sebagai player, Eet juga ditawari produser rekaman untuk menggarap
beberapa proyek album solo rock. Dari beberapa nama yang diajukan, Eet
memilih Ecky Lamoh. Alasannya, ia sudah tertarik dengan warna vokal
Ecky sejak sama-sama mengisi album Kharisma-nya Eki Soerkarno. Tapi,
Eet ingin format solo album dirubah menjadi duo. Titelnya “E dan E”,
singkatan dari Ecky Lamoh dan Eet Sjahranie. Namun, ditengah jalan,
kedua musisi ini malah membentuk grup band. Fajar S. (drum) dan Iwan
Xaverius (bas) yang sejak awal ikut merancang konsep album mereka,
diajak bergabung. Jadilah namanya berubah menjadi EDANE.

Bersama Edane, Eet mencurahkan kemampuannya dalam bermain gitar.
Impiannya menjadikan grup rock, yang paling tidak secara musical sama
kualitasnya dengan grup-grup rock dari luar, berusaha ia wujudkan.
Hasilnya, semua orang mengakui Eet terbilang berhasil mempresentasikan
musik rock yang bermutu. Sayatan-sayatan gitar yang bertehnik serta
eksperimen distorsi sound-nya yang njelimet, banyak membuat orang
berdecak. Maka, tidak terlalu berlebihan jika ia dijuluki salah satu
kampiun gitar rock di Indonesia.

EET SYACHRANIE

Nama: Eet Sjahranie
Nama Lengkap: Zahedi Riza Sjahranie
Tempat/Tgl Lahir: Bandung (Jawa Barat), 3 Feb 1962
Gaya Permainan: Rock
Group Band terdahulu: Superdigi, God Bless, Cynomadeus
Group Band sekarang: Edane
Pengaruh musikal: Beatles, Led Zeppelin, Black Sabbath, Deep Purple, Halen, AC/DC, Peter Gabriel, Yes, Trevor Rabin, God Bless, Koes Plus, Bimbo, Fariz RM
Gitaris mancanegara yang dikagumi: Too many of them man ! Van Halen, Trevor Rabin, Angus Young, Tony Iommi just to name a few
Gitaris senior lokal yang berpengaruh: Ian Antono (God Bless), Odink Nasution (Guruh Gipsy)
Gitaris senior local lainnya yang dikagumi: Albert Warnerin (Giant Step), Yopie Item, Gideon Tengker
Gitaris muda yang dikagumi: Wow banyak ! Beberapa diantaranya adalah Baron, Pay, Rama, Ivan (Boomerang), wah... banyak man, gak mungkin gua tulis satu-satu
Zodiac: Aquarius
Softwares: ProTools LE
Pendidikan non formal: Recording Workshop (Chillicothe, OH, USA)
From : google

GOD BLESS


GOD BLESS

God Bless adalah grup musik rock yang telah menjadi legenda di Indonesia. Dasawarsa 1970-an bisa dianggap sebagai tahun-tahun kejayaan mereka. Salah satu bukti nama besar mereka adalah sewaktu God Bless dipilih sebagai pembuka konser grup musik rock legendaris dunia, Deep Purple di Jakarta (1975).
Berdirinya God Bless berawal kembalinya Iyek kembali ke Tanah Air setelah beberapa tahun tinggal di Belanda, ia pun berangan-angan membentuk band sendiri yang lebih serius. Bersama Ludwig Le Mans, gitaris Clover Leaf, band Iyek ketika masih di Belanda, Iyek lalu mengajak Fuad Hassan (dram), Donny Fattah (bass) dan Jockie Surjoprajogo (kibor) untuk membentuk band. Tahun 1972, formasi pertama ini melakukan konser perdananya di TIM (Taman Ismail Marzuki)lalu mengikuti pentas musik "Summer '28", semacam pentas 'Woodstock' ala Indonesia di Ragunan, Jakarta, yang diikuti berbagai grup band dari Indonesia, Malaysia dan Filipina. Dengan posisi keyboard yang sudah digantikan oleh Deddy Dores ,Jockie Surjoprajogo sendiri sibuk dengan program musik lain-lainnya seperti LCCR Prambors dan sebagainya.
Tahun 1970-an, God Bless bisa dibilang sebagai raja panggung musik Indonesia. Di antara beberapa band rock yang hadir di masa itu, seperti Giant Step dan The Rollies, God Bless bisa dibilang hampir tak tertandingi. Kendati kerap mengusung reportoar asing milik Deep Purple, ELP hingga Genesis, namun aksi panggung serta skill masing-masing personelnya boleh dibilang di atas rata-rata. Tetapi karena keseringan menyanyikan lagu asing, gaya musik para personel God Bless sedikit banyak terpengaruh. Hal tersebut tergambar jelas dalam garapan musik album perdana mereka, Huma di Atas Bukit yang cukup banyak terpengaruh sound Genesis. Selain tidak memiliki gaya bermusik yang solid, nampaknya keanggotaan God Bless juga bisa dibilang kurang solid. Karena dalam perjalananya grup ini terhitung sangat sering gonta ganti personil.

Pada bulan Juni 1974, penggebuk drum berbakat Fuad Hasan dan Soman Lubis (keyboard) mengalami kecelakaan lalu lintas di Tugu Pancoran, Jakarta Selatan. God Bless pun melalui masa berkabung. Untuk mengenang mereka, God Bless tampil di TIM dengan tema mengenang seratus hari Fuad Hasan dan Soman Lubis dengan atraksi mengusung peti mati diatas panggung.
Sempat vakum cukup lama, bahkan vokalisnya Ahmad Albar yang lebih sering bersolo karir sempat ngetop dengan rocker asal surabaya Ucok "Aka" Harahap yang merupakan voklias dari kelompok Rock Aka dari Surabaya, dengan duet Duo Kribo. Selain itu personil lain, seperti Ian Antono, juga lebih asyik dengan kegiata solo karir.
Menjelang pembuatan album kedua, Jockie Surjoprajogo keluar dari formasi posisinya kemudian diambil alih oleh Abadi Soesman yang bergabung tahun 1979 dan ikut terlibat di pembuatan album Cermin (1980). Di album ini, konsep musik God Bless sedikit berubah menghadirkan ramuan aransemen lagu-lagunya terkesan lebih rumit dan membutuhkan skill tinggi dalam memainkannya. Dua tahun setelah album Cermin dirilis, Abadi Soesman mengundurkan diri.

Pada sekitar tahun 1980-an, salah satu promotor rock asal Surabaya, Log Zhelebour mulai gencar mementaskan festival rock di Indonesia, dan mulailah membangkan God Bless dari "tidaur panjangnya" dengan menjadikan lagu-lagu God Bless sebagai lagu "wajib" juga personilnya menjadi juri di festival yang akhirnya banyak melahirkan band-band rock di Indonesia, seperti Grass Rock, Elpamas, sampai Slank.

Dari sekedar menjadi juri tersebut, pada tahun 1988 God Bless akhirnya melahirkan album come back Semut Hitam yang meledak di pasaran waktu itu, dengan hitsnya seperti Rumah Kita, Semut Hitam, atau Kehidupan. Di album ini, terjadi lagi perubahan konsep musik God Bless. Dari yang tadinya lebih bernuansa rock progresif secara drastis berubah menjadi sedikit lebih keras dengan adanya pengaruh musik hard rock dan heavy metal. Setelah album Semut Hitam keluar, Ian Antono menyatakan keluar dari formasi God Bless. Posisinya kemudian digantikan oleh gitaris muda berbakat, Eet Sjachranie. Ian Antono sendiri, setelah keluar dari God Bless terhitung sukses merintis karir solo sebagai pencipta lagu, aranjer dan produser.
Setelah melewati masa vakum yang cukup panjang, tahun 1997, para personel God Bless, termasuk Eet dan Ian Antono kembali berkumpul. 'Workshop' yang mereka gelar di kawasan Puncak, menghasilkan sebuah album berjudul Apa Kabar. Namun reuni ini tidak berlangsung lama karena Eet secara resmi mengundurkan diri dari formasi God Bless dan konsentrasi untuk bandnya sendiri, Edane yang sejak tahun 1992 sudah merilis album perdananya, The Beast.

Walau tidak banyak merilis album, God Bless, dianggap merupakan legenda grup musik rock Indonesia karena dianggap sebagai pelopor yang memiliki kualitas bermusik tinggi. Sepanjang perjalanannya, grup ini mengalami 15 kali lebih pergantian personil yang disebut sebagai 'formasi', dan saat ini tinggal Ahmad Albar (vokal), Ian Antono (gitar), dan Donny Fattah Gagola (bass) yang masih dapat dikatakan sebagai personil aktif grup.

Diskografi

Album

1. 1975 - God Bless
2. 1980 - Cermin
3. 1988 - Semut Hitam
4. 1989 - Raksasa
5. 1997 - Apa Kabar

Kompilasi

1. 1990 - The Story of God Bless (kompilasi)
2. 1992 - 18 Greatest Hits of God Bless (kompilasi)
From : wikipedia

Grass Rock


GRASS ROCK
Walaupun baru mengeluarkan album perdananya pada tahun 1990 Grass Rock, band asal Surabaya, dibentuk tahun 1984 dengan formasi awal Rere (drum), Yudhi (bas), Harto (gitar), Mando (keyboard) dan Hari (vokal). Pada awal terbentuknya grup ini sering membawakan lagu-lagunya Yes. Grup yang matang dari panggung festival mengikuti "Djarum Super Rock Festival" yang diselenggarakan oleh Log Zhelebor tahun 1985 dan mendapat juara 3 (saat itu Harto sudah digantikan oleh Eddie Kemput). Rere sang drummer dinobatkan sebagai penggebuk drum terbaik pada ajang itu. Namun juara ke 3 belum mampu mendongkrak nama Grass Rock.

Tahun 1986 mereka kembali mengikuti ajang festival yang sama dan mendapatkan gelar juara 1 dengan vokalis Dayan dan Zulkarnain. Pada tahun inilah mereka mulai dikenal luas, apalagi mereka diberi kesempatan sebagai band pembuka God Bless yang melakukan tur di 10 kota.

Setelah malang melintang di panggung-panggung festival, dapur rekaman mereka rasakan tahun 1990 dengan mengeluarkan album Anak Rembulan, sebuah album yang kental dengan progressive ala Yes. Sepanjang karirnya Grass Rock telah merilis 4 buah album dan sepeninggalan Dayan yang meninggal tahun 1999 Grass Rock nyaris tidak terdengar lagi kiprahnya walaupun belum secara resmi membubarkan diri. Walau begitu para personilnya masih aktif membantu proyek-proyek musisi lain terutama Eddie Kemphut dan Rere.

Lagu-lagu terbaik Grass Rock
1. Anak Rembulan (Peterson)
2. Bulan Sabit
3. Gadis Tersesat
4. Bersamamu
5. Nyanyian Laguku
6. Lagu Harapan
7. Rakyat Hutan
8. Sendiri
9. Lagu Nurani
10. Kemenangan
11. Blues Untuk Sodomi

Andromedha Rock Band


Andromedha adalah salah satu group band yang beraliran rock berasal dari Surabaya yang pernah berjaya di negeri ini. Lagu Lamunan merupakan salah satu karya mereka yang sampai saat ini masih enak didengar. Album Konser Rock yang dirilis tahun 1991 ini salah satu bukti bahwa musik hingar bingar juga enak untuk dinikmati telinga, simaklah lagu Konser Rock, Goyang Rock ‘N’ Roll ataupun Bait bait Usank.

Side A
1. Konser Rock – Cipt.Pungky Deaz
2. Suara Kami – Cipt. Yoyok / Pungky
3. Illusi Cinta – Cipt. Hendrik Sanada
4. Goyang Rck ‘N’ Roll – Cipt.Yoyok
5. Bait Bait Usank – Cipt. Kertoto L

Side B
1. Hai .. Kau Gadis – Cipt.Pungky Deaz
2. Setan Jalanan – Cipt. Lucky / Pungky
3. Bencana – Pungky Deaz
4. Cermin Kehidupan – Cipt. Kertoto L
5. Gapai Cinta – Cipt. Denny / Boedy
Andromedha Konser Rock are :
-Yoyok (drum)
-Denny Ireng (Keyboard)
-Pungky Deaz (Vocal)
-Hendrik Sanada (Bass)
-Lucky (Guitar)


http://musikku345.blogspot.com/2009/04/download-mp3-andromedha-album-konser.html

Andromedha - Konser Rock (Full Album 1992)
Gonta-ganti personil tampaknya sudah menjadi kebiasan bagi band hard rock dari Surabaya ini. Satu-satunya personil yang setia mengawal Andromedha adalah Yoyok, sang dummer yang hingga akhirnya dia bersama Piyu kelak mendirikan PADI.
Dalam formasi pertama, beberapa personil lainnya adalah Heru (Vokal), Lucky (Gitar) serta Yani dan Juki, pada 1989 merilis single 'Prestasi'. Masuk tahun 1990, ada perubahan personil, yakni Pungky Deaz (Vokal), Hendrix Sanada (Bass) dan James (Keyboard) menggantikan posisi Heru, Yani dan Juki. Pada formasi ini mengahasilkan single legendaris 'Lamunan' yang tersohor dan konon pula sempat merajai chart radio di Malaysia yang berdampingan dengan 'Isabella' nya SEARCH. Pada sesion rekaman debut album 'Konser Rock' tahun 1991, posisi James digantikan oleh Deny Ireng. Pada tahun 1992 hingga tahun 1993 posisi gitar ditempati oleh Ipunx dari Power Metal. Sementara Lucky sendiri masuk Power Metal, sehingga semacam tukar personil gitar antara Andromedha dan Power Metal.



Download Track List Album Andromedha - Konser Rock:
1. Andromedha - Konser Rock.mp3
2. Andromedha - Suara Kami.mp3
3. Andromedha - Ilusi Cinta.mp3
4. Andromedha - Goyang Rock Roll.mp3
5. Andromedha - Bait-Bait Usank.mp3
6. Andromedha - Hai Kau Gadis.mp3
7. Andromedha - Setan Jalanan.mp3
8. Andromedha - Bencana.mp3
9. Andromedha - Cermin Kehidupan.mp3
10. Andromedha - Gapai Cita.mp3
11. Andromedha - Doa Yang Terlupa.mp3
12. Andromedha - Lamunan.mp3
13. Andromedha - Liar.mp3